Kamis, 06 November 2014

MANFAAT KEBAIKAN BAGI ORANG KRISTEN



MANFAAT KEBAIKAN BAGI ORANG KRISTEN
Kebaikan merupakan sebuah pembahasan yang tidak lepas dengan nilai, dan nilai yang dimaksud diberi oleh pihak lain yang bersifat subjektif.  Artinya, setiap nilai yang diberikan atas “kebaikan” dapat berangkat dari kepuasan atau keuntungan yang dirasakan oleh pihak yang memberi nilai.  Unsur dasar dari “kebaikan” adalah moral, dan salah satu dasar yang membentuk moral adalah ilmu yang membentuk sebuah pengetahuan untuk dapat “dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam.”[1]  Dengan kata lain bahwa: “ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat manusia.”[2]
Kebaikan pada umumnya sesuatu hal yang berusaha untuk dimiliki oleh tiap-tiap invidu dengan bermacam ragam motivasi karena menghasilkan manfaat, yang pada tentu erat hubungannya dengan keyakinan yang dipercayai.  Terlepas dari semuanya itu, apakah yang menjadi manfaat kebaikan bagi orang kristen?  Manfaat “kebaikan” bagi orang kristen, diantaranya:
1.      Kehendak Allah untuk menjadi sempurna
Kebaikan pada prinsipnya diidentikan dengan tindakan (action), dan tindakan itu sendiri “sebagai kegiatan menyeluruh manusia, yang di dalamnya juga termasuk berpikir dan berkehendak, membutuhkan suatu makna.”[3]  Pada umumnya, tindakan setiap invidu sebagai wujud dari kebaikannya merupakan hasil dari dorongan dari masalah makna hidup, yang sadar ataupun tidak sadar merupakan salah satu hal yang digumuli.  Banyak cara yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh nilai tentang apakah hidupnya bermakna atau tidak.  Cara-cara yang ditempuh sering sekali mengalami kegagalan karena tanpa disadari ia telah berjuang sendiri melakukannya dengan segenap ilmu yang diperoleh, yang berujung kepada pemenuhan akan kepuasan pada diri sendiri dan orang lain.  “Di dalam hidup kita memang suatu tindakan tertentu dapat bermakna atau tidak, namun keputusan yang menyeluruh mengenai makna hidup kita tidak mungkin terdapat di dalam hidup kita, melainkan tentu terdapat di atas hidup kita.”[4]  Hal ini menekankan bahwa sangat penting bagi seorang manusia untuk percaya dan mendekatkan diri kepada Allah. 
Kebaikan adalah apa yang dikehendaki Allah.[5]  Allah telah menyatakan kehendak-Nya kepada manusia di dalam Alkitab.  Inilah yang menjadi keunggulan orang Kristen, dimana Allah memuat hukum-hukum moral tentang kebaikan di dalam Alkitab untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang dapat menuntun seorang Kristen bermakna.  Hanya satu yang diperlukan yaitu percaya kepada Allah.  Norman L Geisler dan Paul D. Feinberg mengatakan: “dasar yang mutlak bagi moralitas ini bersumber pada kepercayaan pada satu Allah yang kesempurnaan-Nya tak terbatas, yang menghendaki agar manusia bersifat baik sesuai dengan kesempurnaan sifat-Nya sendiri yang tidak berubah.”[6]  Allah adalah sempurna dan Dia menghendaki setiap orang yang percaya kepada-Nya sempurna sama seperti Dia (Mat. 5:48).  Jadi, manfaat kebaikan bagi orang kristen merupakan sebuah kesempatan untuk dapat membenahi diri agar bersifat baik sesuai dengan kesempurnaan sifat Allah sehingga kelak ketika dipanggil oleh Allah, Allah mendapatkan ia sempurna sebagaimana yang dikehendakinya.
2.      Penerimaan diri
Alkitab sebagai satu-satunya deklarasi etika yang dimiliki oleh orang kristen menerangkan bagaimana Allah menjelma dalam rupa manusia yaitu Yesus Kristus, telah mengalami hal-hal yang dialami oleh setiap orang, hanya saja Ia tidak berbuat dosa (Ibr. 4:15).  Penjelmaan Allah menjadi sama seperti kita merupakan bukti kebaikan Allah yang memberi teladan bagaimana setiap orang percaya dapat menerima dirinya sendiri dalam keadaan apapun, sama seperti Allah menerima diri-Nya sendiri dalam keadaan manusia.  Norman L Geisler dan Paul D. Feinberg menjelaskan: “Dia yang adalah Allah Sendiri menjadi seorang di antara kita dan hidup di tengah-tengah kita, menunjukan kepada kita bagaimana menerima diri kita sendiri.”[7]  Dalam hal ini, manfaat kebaikan bagi orang kristen sebagai bentuk dari semakin menerima diri sendiri.
3.      Memperkenalkan Pribadi Allah
Allah adalah kasih dan di dalam kasih-Nya, Ia juga adalah Allah yang adil.  Sifat Allah ini dimanisfestasikan dalam diri orang-orang yang percaya kepada Yesus yang juga adalah manifestasi kasih dan keadilan Allah dalam bentuk pribadi agar semua orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16).  Allah memperkenalkan hukum-hukum moral di dalam Alkitab, yang kesemua hukum itu dirangkum dalam dua hukum oleh Yesus yaitu: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.  Kasih kepada Allah diwujudkan dalam tindakan yang mau melakukan perintah-perintah-Nya, sedangkan kasih kepada sesama diwujudkan dalam tindakan bagaimana memandang dan memperlakukan sesama layaknya seorang pribadi yang sama berharga di hadapan Allah.
Keberadaan Allah dan sifat-Nya yang tak berubah yaitu kasih dan adil, masih saja diragukan oleh beberapa kelompok orang.  Dalam hal ini, manfaat kebaikan bagi Kristen adalah memperkenalkan pribadi dan sifat Allah yang dimanifestasikan oleh Allah sendiri di dalam diri orang yang percaya melalui tindakan-tindakan yang dapat dinilai oleh orang lain, sebagaimana Alkitab berkata bahwa “orang percaya adalah surat Kristus” (2Kor. 3:2-3).  Manifestasi yang dimaksud di sini adalah sebuah perwujudan akibat sesuatu hal yang telah menguasainya.  Alkitab menjelaskan bahwa: “sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.  Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka (2Kor. 5:14-15).   Norman L Geisler dan Paul D. Feinberg kembali menegaskan bahwa: “tindakan-tindakan kebaikan yang dilakukan oleh orang Kristen termotivasi oleh kasih Kristus.” [8]

DAFTAR PUSTAKA
Delfgaauw, Bernard. Filsafat Abad 20. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 1988.
Geisler, Norman L dan Feinberg, Paul D. Filsafat Dari Perspektif Kristiani. Malang: Gandum Mas. 2002.
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2007.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan. 1984.
Susanto, Herry. Pengantar Filsafat, Sebuah Bunga Rampai. Salatiga: Tisara Grafika. 2012.




[1] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), 152.
[2] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), 235.
[3] Bernard Delfgaauw, Filsafat Abad 20, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1988), 92.
[4] Ibid, 93.
[5] Herry Susanto, Pengantar Filsafat, Sebuah Bunga Rampai, (Salatiga: Tisara Grafika, 2012), 108.
[6] Norman L Geisler dan Paul D. Feinberg, Filsafat Dari Perspektif Kristiani, (Malang: Gandum Mas, 2002), 409.
[7] Ibid, 411.
[8] Ibid, 413.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar