Kamis, 06 November 2014

PERTUMBUHAN GEREJA



Pertumbuhan Gereja
Kitab Perjanjian Lama memakai dua istilah untuk menunjuk gereja, yaitu: “qahal” yang artinya “memanggil” dan “edhah” yang artinya “memilih atau menunjuk atau bertemu bersama-sama disatu tempat yang telah ditunjuk.”  Sedangkan Perjanjian Baru memakai istilah “ekklesia” yang artinya “memanggil keluar”, dan ini sering digunakan untuk  berkumpul beribadah secara umum.  Kata “ekklesia” juga ditafsirkan dari penggunaan kata “ek” berarti: keluar dari sekumpulan orang-orang.”[1]  Jadi, gereja yang didasarkan kepada istilah “ekklesia” adalah pertemuan orang-orang yang dipanggil keluar dari sebuah kumpulan kepada kumpulan yang baru untuk mencapai tujuan bersama ditempat yang telah ditentukan.
Gereja atau “ekklesia” yang juga sering disebut sebagai jemaat tidak mengandung arti bahwa perkumpulan yang dilakukan adalah atas dasar keinginan sendiri untuk berkumpul, tetapi Kristuslah yang dengan perantaraan Firman dan Roh mengumpulkan bagi-Nya jemaat.”[2]  Dengan demikian, gereja atau “ekklesia” mengalami pengertian yang lebih spesifik yang mengarah kepada kumpulan yang khusus yang disebut Kristen, yaitu kumpulan orang-orang yang dipanggil oleh Kristus yang telah mati di kayu salib keluar dari kegelapan karena dosa kepada terang Kristus yang ajaib melalui firman dengan pertolongan Roh Kudus.  
Jadi, gereja bukanlah menunjuk kepada gedung sebagaimana yang didefinisikan oleh sebagian orang.  Gereja adalah individu yang juga disebut “organisme yang hidup”[3], yaitu setiap orang yang percaya kepada Injil yaitu Yesus, yang berhimpun bersama untuk bersekutu disuatu tempat yang telah ditentukan bersama dengan melakukan upacara keagamaan yaitu upacara persekutuan dengan Allah.
1.        Pengertian Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan gereja adalah “perkembangan dan perluasan tubuh Kristus baik dalam kuantitas maupun kualitas, dalam bentuk yang nampak maupun isinya yang tidak tampak.”[4]  Gereja sebagai organisme yaitu kumpulan dari orang-orang percaya, diibaratkan seperti tanaman yang membutuhkan pertumbuhan melalui sari-sari makanan yang diperoleh dari air dan mineral dari dalam tanah yang cukup.  Firman Tuhan sebagai bahan makanan rohani yang memberikan pertumbuhan yang sehat bagi gereja.  Gereja yang sehat menghasilkan pertumbuhan yang seimbang yaitu baik kuantitas maupun kualitas. 
Pertumbuhan kuantitas yang dimaksud adalah pertambahan jumlah anggota gereja.  Pertambahan jumlah anggota gereja secara umum dapat bersumber dari tiga faktor, yaitu: pertama, pertumbuhan dari hasil biologis yaitu pertambahan jumlah anggota dari hasil perkawinan anggota gereja, yang bertumbuh menjadi dewasa dan dilayani oleh gereja untuk dibawa mengenal Kristus, sebagai bentuk persiapan untuk menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab.  Kedua, pertambahan dari perpindahan gereja, yaitu: pertambahan jumlah dari hasil anggota gereja yang berpindah kepada gereja yang lain, disebabkan karena perpindahan penduduk atau karena faktor lain.  Dan ketiga, pertambahan dari hasil pemberitaan Injil, yaitu: pertambahan jumlah pertobatan jiwa-jiwa baru.
Pertumbuhan gereja secara kualitas merupakan pertumbuhan yang dihasilkan berdasarkan hubungan pribadi dengan Roh Kudus.  Pertumbuhan kualitas berlangsung maju ke arah yang semakin baik, yang dapat dilihat dari sikap kasih yang dimiliki di dalam persekutuan.  Penekanan pertumbuhan kualitas adalah kedewasaan rohani yang dibuktikan dari perbuatan, perkataan dan tindakan yang berdasarkan karakter Kristus dan mewujudkan tugas panggilan yang diamanatkan oleh Yesus sebagai kepala gereja, yaitu melayani, bersekutu, dan bersaksi.  Contoh pertumbuhan kualitas dinyatakan dalam kehidupan orang percaya yang mula-mula yaitu: ketekunan dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan, dalam doa dan pujian sambil memecahkan roti yang sering dilakukan di dalam Bait Allah dan di rumah masing-masing dengan tulus hati, dan kasih persaudaraan.
2.        Dasar Pertumbuhan Gereja
Gereja bertumbuh bukan didasarkan kepada kebutuhan dan keinginan manusia.  Dasar pertumbuhan gereja adalah karena kehendak Allah, pekerjaan Roh Kudus, dan pertumbuhan kehidupan kerohanian orang Kristen secara pribadi.

2.1   Kehendak Allah
Allah menghendaki manusia selamat.  Tindakan Allah yang tidak menghendaki manusia binasa karena dosa merupakan kebenaran yang hakiki dalam Alkitab, yang terlihat pertama sekali bagaimana Allah mencari manusia yaitu Adam dan Hawa yang telah jatuh ke dalam dosa (Kej. 3).  Allah dengan aktif terus mencari orang-orang yang terpisah dari pada-Nya oleh dosa.  Keseriusan Allah terlihat bagaimana akhirnya Allah bertindak di dalam dunia dengan menjadi seperti manusia yaitu Yesus Kristus, supaya setiap orang yang percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). 
Jadi, Yesus Kristus merupakan sarana yang telah menjadi pusat Injil, yang disediakan Allah untuk membawa kembali manusia yang terhilang.  Wagner mengatakan bahwa “Persediaan yang Allah telah adakan untuk membawa manusia terhilang kepada diri-Nya sendiri adalah Injil.”[5]  Dasar dari kehendak Allah yang tidak menginginkan seorang pun binasa yaitu barang siapa yang percaya kepada Yesus sebagai jalan keselamatan yang disediakan Allah, merupakan kebenaran yang memperjelaskan bahwa “gereja bukan suatu lembaga atau organisasi buatan manusia melainkan jemaat Allah.”[6] 
Allah sendiri yang memprakarsai pertumbuhan gereja oleh kehendak-Nya sehingga gereja disebut umat Allah yaitu milik Allah.  Yesus berkata “di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat. 16:18), “bukan sekedar bermaksud mengatakan “akan membawa sekumpulan orang bersama-sama” melainkan Dia memakai istilah terkenal yang menggambarkan umat Allah.”[7]  Jemaat yang didirikan yang menjadi umat Allah adalah semua orang, baik laki-laki dan perempuan, yang tua atau yang muda, yang telah dipanggil oleh Allah menjadi milik-Nya untuk bersekutu.  Wagner mengatakan “Tuhan menghendaki agar pria dan wanita yang terhilang ditemukan dan diselamatkan.”[8]  “Aku akan mendirikan jemaat-Ku” adalah merupakan sebuah pernyataan yang memperjelaskan bahwa Allah sebagai dasar dari pertumbuhan gereja, dan sebagai pendiri maka Allah sendiri yang memegang hak milik atas gereja.  Peters berpendapat bahwa “oleh karena gereja adalah kepunyaan Allah, Dia sendiri yang merencanakan, membentuk, mengadakan dan menentukan.”[9]  Berarti, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan gereja adalah atas dasar kehendak Allah dan pekerjaan Allah, yaitu Allah sebagai sumber utama pertumbuhan gereja, oleh karena Allah menghendaki agar tidak seorangpun manusia binasa.
2.2   Karya Roh Kudus
“Roh Kudus adalah utusan Allah untuk memperkenalkan, mengawasi atau mengendalikan, memberikan kemampuan, dan mewujudkan tujuan Allah dalam program untuk mendirikan gereja atau jemaat.  Pada hari pentakosta, Roh Kudus menciptakan sebuah badan bagi Dia sendiri, yaitu gereja Yesus Kristus.”[10]  Roh Kudus adalah Utusan Allah bukan berarti bahwa Roh Kudus lebih rendah dari Allah.  Utusan hanyalah sebatas menjelaskan sistem tugas, sedangkan hakikat dan keberadaan Roh Kudus adalah sama dengan Bapa dan Anak yaitu Yesus.  Secara ringkas dapat digambarkan dalam hubungan dengan keselamatan yaitu: Bapa yang menjanjikan keselamatan dan janji itu didapat dan dilaksanakan oleh Anak yaitu kematian-Nya disalib (Yoh. 3:16-17).  Anak yaitu Yesus sebagai penyedia keselamatan yang telah selesai dikerjakan terangkat, Roh Kudus diutus sebagai pelaksana yaitu yang melanjutkan keselamatan kepada semua orang.
Roh Kudus memainkan peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan gereja yang ditandai pada hari pentakosta.  Kehadiran Roh Kudus pada hari pentakosta adalah untuk mewujudkan rencana yang dikehendaki Allah supaya jangan ada seorangpun binasa, berkarya melalui manusia dan di dalam manusia.  Yang dimaksud berkarya di dalam manusia adalah bahwa Roh Kudus mengerjakan pertumbuhan secara pribadi di dalam orang-orang yang telah percaya kepada Injil dan oleh karya Roh Kudus yang telah menyatukan ke dalam sebuah persekutuan yang baru yang disebut umat Allah atau gereja yaitu tubuh Kristus.  Sedangkan yang dimaksud berkarya melalui manusia adalah bahwa Roh Kudus mengerjakan pertumbuhan ke luar yaitu untuk pertambahan jumlah melalui kesaksian orang-orang yang telah bertumbuh kerohanian secara pribadi oleh karya Roh Kudus.  “Tuhan memberikan kepada umat-Nya tanggung jawab untuk mencari jiwa-jiwa yang sesat, dan Roh Kudus akan bekerja melalui mereka untuk menyelesaikan tugas itu.”[11]  Jadi, peranan manusia merupakan salah satu faktor tertentu yang menjadi pertumbuhan gereja, tetapi “tentu dalam beberapa hal Roh Kudus memang merupakan dasar pertumbuhan gereja.”[12]
2.3   Pertumbuhan Hidup Rohani Orang Kristen Secara Pribadi
Peter Wongso mengatakan salah satu dasar pertumbuhan gereja adalah“pertumbuhan dan kedewasaan hidup rohani orang Kristen secara pribadi.”[13]  Pertumbuhan hidup rohani orang Kristen secara pribadi merupakan perkembangan pengenalan akan kepercayaan yang diyakini dan dipegang teguh kearah kedewasaan yaitu kepenuhan Kristus, yang diperoleh dari beberapa faktor, yaitu: pertama masukan dari pengajaran firman Tuhan yang dilaksanakan di dalam persekutuan, dari alat-alat multi media yaitu televisi, radio, jasa internet atau melalui majalah-majalah rohani, dan pembacaan Alkitab yang telah dijadwalkan secara pribadi.  Kedua dari persekutuan yang diadakan bersama-sama di dalam bait suci atau di rumah masing-masing, yaitu di dalam doa dan pujian, di dalam mengikuti sakramen perjamuan Tuhan (perjamuan kudus) untuk mengingat pengorbanan Yesus di kayu salib, dan sakramen baptisan sebagai sikap seorang percaya dalam memproklamasikan iman yang diyakini, dan di dalam memecah roti secara bersama-sama yaitu perjamuan kasih.

3.   Strategi Pertumbuhan Gereja
Strategi adalah “garis-garis besar pendekatan yang harus digunakan untuk mencapai tujuan.”[14]  Pernyataan untuk mencapai tujuan adalah mengindikasikan bahwa sebelum terbentuk strategi, tujuan terlebih dahulu telah ditetapkan.  Jadi, gereja dapat menentukan strategi pertumbuhan apabila telah didasarkan kepada pengenalan dan pengetahuan apa yang menjadi tujuan gereja.  Ada lima tujuan gereja menurut Rick Warren, yaitu: “mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (pelayanan), pergi dan menjadikan murid (penginjilan), membaptis (persekutuan), dan mengajar untuk taat (pengajaran/pemuridan).”[15]  Dengan sederhana dapat disimpulkan bahwa tujuan gereja adalah melayani, bersekutu, dan bersaksi.  Keberhasilan strategi untuk mencapai tujuan, terletak kepada tujuan yang jelas, dapat diukur dan dapat dicapai.
Strategi pertumbuhan gereja adalah suatu langkah-langkah pendekatan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan berupa perkembangan dan perluasan tubuh Kristus baik dalam kuantitas maupun kualitas, dalam bentuk yang nampak maupun isinya yang tidak tampak.  Strategi pertumbuhan gereja sangat penting dan mengandung konsep alkitabiah.  Salah satu dasar Alkitab yang menunjukan kepentingan strategi bagi pertumbuhan gereja adalah pernyataan Yesus yang mengatakan “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Mat. 10:16).”
Gereja sebagai sedang jemaat yang beribadah adalah sebuah komunitas yang hidup di dalam dunia yang semakin berubah, baik dalam segi moral, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berbagai aspek yang lain.  Oleh karena gereja berada dalam dunia yang semakin berubah, maka gereja harus berusaha untuk tetap mempertahankan eksistensi gereja sebagai tubuh Kristus, dengan berkontekstual sesuai dengan keadaan dunia tanpa harus melupakan prioritas utama panggilan gereja, yaitu bersaksi,melayani dan bersekutu; dengan cara gereja harus mempunyai strategi berupa membentuk perencanaan, pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja, dan membentuk kelompok sel.  Agar dapat mencapai tujuan berdasarkan strategi, gereja harus tetap bersandar kepada Roh Kudus oleh karena gereja berada dalam dunia yang semakin berubah, yang dapat menghasilkan kelelahan dan keputusasaan bagi gereja dalam menjalankan strategi.  Robert dan Evelyn Bolton mengatakan “pada waktu jemaat menyerah kepada pekerjaan Roh Kudus, Ia menyegarkan dengan hidup baru dan kegembiraan.”[16]
3.1   Membentuk Perencanaan
Perencanaan merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pertumbuhan gereja.  Perencanaan adalah “cara berpikir mengenai persoalan-persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa datang, berkembang dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif dan mengusahakan kebijakan dan program.”[17]  Perencanaan merupakan proses awal untuk membuka peluang-peluang keberhasilan dalam memecahkan setiap persoalan sehubungan dengan keberadaan pada masa yang akan datang.  
Perencanaan dapat berfungsi sebagai kompas yang menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan-keputusan kolektif atau individu, yang telah disusun dalam sebuah anggaran pembukuan rumah tangga masing-masing organisasi, instansi, ataupun perseorangan.  Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang disusun secara sederhana, dapat dijangkau, masuk akal dan nyata, sesuai dengan arah tujuan yang akan dicapai.
Gereja yang bertumbuh dan mampu mempertahankan keeksistensian adalah gereja yang membentuk perencanaan dan mengkomunikasikan perencanaan kepada semua anggota gereja, dengan berorientasikan pada tujuan yang akan dicapai.  Membentuk perencanaan dapat mengfasilitasi gereja untuk dapat meminimalisir kefatalan yang dapat merugikan gereja, karena membentuk perencanaan berarti menginterpretasikan dan menginventarisasikan kekuatan gereja kepada semua anggota gereja.
3.2   Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dalam Gereja
Pemberdayaan merupakan sebuah kegiatan untuk mengolah, merawat, dan memanfaatkan agar keberlangsungan eksistensi terus terpelihara dan semakin berkembang.  Pemberdayaan sumber daya manusia sebuah usaha untuk mengolah segala potensi yang ada dalam diri manusia melalui pelatihan-pelatihan yang bersifat formal atau non formal agar berkembang ke arah yang lebih maju, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia itu sendiri dan kepentingan umum.  Pemberdayaan sumber daya manusia juga sebagai usaha untuk memanusiakan manusia.  George W. Peters berkata: “Gereja sebagai kelompok orang percaya yang berhimpun pada waktu tertentu bersama Tuhan untuk memproklamasikan firman Allah, untuk bersekutu, meneguhkan, beribadah, menaati ketentuan-ketentuan Alkitab, melaksanakan fungsi-fungsi, dan kewajiban-kewajiban spesifik kepada satu sama lain dan kepada dunia.”[18]  Gereja sebagai kelompok orang-orang percaya, berarti bahwa gereja terdiri dari beberapa orang atau sejumlah orang percaya yang memiliki karakter yang berbeda-beda, kemampuan yang berbeda-beda, dan juga karunia yang berbeda-beda yang dianugrahkan oleh Roh Kudus.  Oleh karena gereja terdiri dari sejumlah orang percaya, maka gereja memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam gereja untuk mampu mempertahankan keeksistensian gereja di tengah-tengah dunia yang semakin berubah.
Sumber daya manusia dalam gereja adalah merupakan modal atau potensi bagi gereja untuk dapat bertumbuh kearah tugas panggilan yang telah diamanatkan oleh kepala Agung gereja yaitu Yesus Kristus, untuk pergi menjadikan semua bangsa menjadi murid, membaptis, dan mengajar, dengan kata lain adalah untuk bersaksi, bersekutu, dan melayani.  Makmur Halim berpendapat:
Gereja tidak akan berperan dengan baik atau mengantisipasi perubahan-perubahan yang radikal dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, apabila gereja tidak merasa bertanggungjawab untuk mengembangkan sumber daya manusia.  Kontribusi gereja dalam mengembangkan sumber daya manusia akan menguntungkan gereja itu sendiri, karena gereja kelak dapat menggunakan hasil-hasil pengembangan sumber daya manusia untuk kepentingan pelayanan.  Dengan mempertahankan keseimbangan antara intelektual dan iman jemaat, gereja akan bertumbuh secara wajar di tengah-tengah masyarakat ilmu pengetahuan.  Gereja juga akan mampu mencapai para professional yang ada di tengah-tengah masyarakat untuk kerajaan surga.[19] 
Pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja dapat berbentuk pelatihan, yaitu: dengan mendidik pemimpin-pemimpin melalui pengajaran-pengajaran dalam gereja agar memiliki tanggungjawab untuk menjangkau orang lain di luar gereja.”[20]  Pelatihan untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin dalam gereja adalah sebuah bentuk pelatihan yang disesuaikan berdasarkan kemampuan dan karunia jemaat.  Prinsip latihan adalah penting bagi pertumbuhan gereja dan kesehatan gereja karena dapat mempengaruhi perkembangan kualitas dan kuantitas.”[21]  Pemberdayaan sumber daya manusia dalam gereja diukur dari keterlibatan semua anggota gereja dalam pelayanan berdasarkan potensi masing-masing untuk dapat merawat dan terlibat di dalam pertumbuhan gereja, seperti penginjilan, pemuridan melalui kegiatan kelompok sel, pelayanan mimbar berupa memimpin pujian dan penyembahan, musik, dan berbagai bentuk pelayanan yang ada di dalam gereja.

3.3   Membentuk Kelompok Sel
Gereja sel adalah bentuk kehidupan gereja non tradisional dimana kelompok-kelompok kecil orang-orang kristen (sel) bertemu di rumah-rumah masing-masing untuk saling membangun dalam Kristus dan untuk menginjili orang-orang yang belum selamat.”[22]  Menghadirkan kelompok sel dalam gereja adalah salah satu usaha dalam mendidik umat untuk memiliki tanggung jawab terhadap pertumbuhan gereja.  Melalui kelompok sel, setiap potensi dan karunia yang ada dalam diri masing-masing umat dapat tersalurkan, dan juga sebagai salah satu bentuk pelatihan bagi jemaat untuk memimpin, karena jumlah anggota dalam kelompok sel tidaklah banyak sehingga sangat memudahkan untuk mengerahkan semua anggota mengambil bagian masing-masing dalam pelayanan, yang dapat menghasilkan pertumbuhan gereja.  Peters mengatakan: “Sebuah gereja bertumbuh maksimal, jika seluruh anggota dari badan itu dikerahan dan diajar ikut melayani secara berkelanjutan, baik dalam hal berdoa, membagi-bagikan sesuatu, bersaksi, dan memberitakan Injil.”[23]
Kelompok sel bukan merupakan kegiatan yang baru dalam gereja.  Sejarah terbentuk kelompok sel telah dimulai oleh gereja mula-mula yaitu “berkumpul di rumah masing-masing secara bergilir sambil memecahkan roti (perjamuan kasih) dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah (Kis. 2:46-47).”  Kelompok sel menjadi salah satu strategi dalam pertumbuhan gereja karena kasih yang mengikat semua anggota di dalam persekutuan sel dapat merangsang kepercayaan orang lain bertumbuh.  Gereja mula-mula dikatakan disukai banyak orang dan tiap-tiap hari pertambahan jumlah orang percaya terus meningkat (Kis. 2:47).


[1] Louis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Gereja (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1997),  5-7.
[2] G.C. Van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 359.
[3] Joel Comiskey, Menuai Tanpa Batas (Jakarta: Metanoia, 2003), 61.
[4] Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Missi Masa Kini (Surabaya: YAKIN, 2000), 80.
[5] Wagner, 35.
[6] Peters, 66.
[7] D.A. Carson, Gereja Zaman Perjanjian Baru Dan Masa Kini (Malang: Gandum Mas, 1997), 16.
[8] Wagner, 36.
[9] Peters, 69.
[10] Ibid., 21.
[11] C. Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja (Malang: Gandum Mas, 2003), 28.
[12] C. Peter Wagner, Pertumbuhan Gereja Dan Peranan Roh Kudus (Malang: Gandum Mas, 1996), 27.
[13] Wongso, 59.
[14] Yunus Ciptawilangga dkk, Menang Dalam Persaingan Gereja (Jakarta: Metanoia, 2003), 102.
[15] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini (Malang: Gandum Mas, 2000), 109-111.
[16] Robert dan Evelyn Bolton, Pelayanan Gereja Tuhan (Malang: Gandum Mas, 2000), 26.
[17] Dokter-Kota, Pengertian Perencanaan,  Online: http://dokter-kota.blogspot.com/. Diakses 17 Desember 2012.
[18] Peters, 70.
[19] Halim, 215.
[20] Larry Pate, Membuka Gereja Baru (Malang: Gandum Mas, 1984), 144.
[21] Ron Jenson Dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas, 2004), 235.
[22] Comiskey, 80.
[23] Peters,  257.

1 komentar: