Minggu, 09 November 2014

PENGARUH RELIGIUS TERHADAP BUDAYA

PENGARUH RELIGIUS TERHADAP BUDAYA
(I KORINTUS 8:1-13)

PENDAHULUAN
Indonesia salah satu negara yang (KATANYA) bebas menganut kepercayaan menurut agamanya masing-masing.  Setidaknya, ada beberapa jenis kepercayaan (agama) yaitu: Hindhu, Budha, Islam, Kristen, Konghucu, dan agama suku.  Juga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia disebut negara kepulauan dimana ada banyak pulau dan banyak pula kebudayaan, yang telah ada sejak dahulu.
Bagaimana pengaruh religius (agama=>kepercayaan) terhadap budaya yang sudah ada?  Apakah budaya harus dihapuskan? Atau apakah budaya yang mempengaruhi agama (kepercayaan)?  Atau dapatkah keduanya bersatu?
ISI KHOTBAH
Untuk dapat menemukan pengaruh religius terhadap budaya, maka sebaiknya untuk terlebih dahulu mengenal struktur pemikiran si penulis dalam nats ini.
1. Penulis tidak langsung tertuju secara terang-terangan menegur akan masalah, melainkan penulis terlebih dahulu menyingung "pengetahuan" yang menjadikan sombong tetapi "kasih" membangun. (Ayat 1-3)
2. Penulis mengingat tentang pengahuan yang tertinggi yaitu "Hanya ada satu Allah yang benar yaitu Bapa, dan satu Tuhan saja yaitu Yesus Kristus; meskipun ada banyak allah-allah dan tuhan-tuhan (tuhan "kurios" dalam hal ini sebagai gelar yang disebutkan kepada pribadi yang dijunjung/disanjung." (ayat 4-6)
3. Penulis mengingat tentang "hak bebas" namun jangan menjadi batu sandungan (Ayat 7-13)
Berdasarkan 3 struktur pemikiran penulis, maka ada 3 pengaruh religius terhadap budaya yaitu:
1. Religius mengarahkan pengetahuan agar di dasarkan pada kasih terhadap budaya (ayat 1-3)
Dalam teks yang sedang dibicarakan, orang-orang kristen sedang duduk makan di dalam kuil berhala (ayat 10).  Hal ini sebagai prinsip sosial dimana mereka memenuhi undangan dari pihak yang sedang mengadakan perayaan.  Besar kemungkinan, orang kristen tersebut tidak mengikuti upacara keagamaan yang membudaya yaitu penyembahan berhala melainkan yang dipermasalahkan adalah "memakan daging yang dipersembahkan kepada berhala". Kata “daging persembahan berhala” (eidōlothutos) merujuk kepada makanan yang dipersembahkan kepada berhala di dalam kuilDalam bagian ini, penulis terlebih dahulu menyinggung tentang "pengetahuan" yaitu bahwa "kita semua mempunyai pengetahuan" yang rujukannya adalah pengetahuan tentang iman kristen yang selalu ada kasih. Dasarnya adalah kata "pengetahuan (gnōsis)" mendapat tambahan artikel "he" di depannya sehingga ini seharusnya mengingatkan bahwa pengetahuan sedemikian harus dibarengi dengan kasih (agape) yaitu ingatlah kepada orang yang tidak memiliki pengetahuan yang dalam tentang pengetahuan iman kristen supaya mereka tidak menjadi berdosa dan kembali kepada kebiasaan yang mengikat mereka kepada kepercayaan sebelumnya.  Dalam hal ini, penulis menyebutkan dua kelompok orang yaitu: kelompok yang kuat karena memiliki banyak pengetahuan, dan kelompok yang lemah yaitu mereka yang baru bertobat dan masih terikat dengan kebiasaan pada kepercayaan sebelumnya.  Hal ini yang menjadi dasar penulis mengaitkan pengetahuan dengan kasih yaitu pengetahuan menjadikan sombong dan kasih membangun. 
kata “sombong” (phusioō) secara hurufiah berarti menggelembungkan diri, dan kata “membangun” (oikodomeō) tidak merujuk kepada diri sendiri tetapi aktif kepada pihak lain (terbangun).  jadi, betapa pentingnya pengutamaan kasih dalam hal ini.
Kata “mengetahui” (egnōkenai yaitu tense perfeck) dalam ayat 2 “mempunyai pengetahuan” sedang menjelaskan bahwa pengetahuan mereka sudah sampai pada level tertentu dan dianggap sudah sempurna, namun pada kenyataannya penulis menyatakan bahwa mereka belum mencapainya karena pengetahuan mereka itu tidak dibarengi dengan kasih.
Penulis berkata "tetapi orang yang mengasihi Allah (present tense agapā), ia dikenal oleh Allah
(perfect tense egnōstai)"  sebenarnya adalah Allah yang terlebih dahulu mengasihi kita dan Allah mengenal semua orang baik yang mengasihi Dia maupun yang tidak mengasihi Dia.  Dan kasih kepada Allah ini harus dihidupkan terhadap sesama.  Jika kita mengasihi Allah, maka kita tidak akan terlibat dalam penyembahan berhala seperti mereka yang tidak mengasihi Allah dan dengan demikian kita juga mengasihi sesama kita yang melihat kita yaitu mereka terhindar dari dosa tidak mengasihi Allah yaitu terlibat dalam penyembahan berhala.
2. Religius menyingkapkan pemahaman pengetahuan yang benar tentang Allah yang benar dalam budaya (ayat 4-6).
Singkatnya ada banyak allah yang bergelar tuhan yang disembah (berhala) dan ini telah menjadi budaya mereka, namun penulis dengan tegas mengatakan bahwa hanya ada satu Allah yang benar yaitu Bapa yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup: ini sebenarnya mau mengatakan bahwa hidup kita harus tergantung kepada Dia yang adalah sumber Hidup bukan kepada apapun termasuk makanan yang dipersembahkan kepada berhala.
3. Religius mendorong kepada penggunaan pengetahuan dengan tindakan yang tepat guna di dalam budaya.
Dengan menyinggung tentang Allah yang benar yang olehNya bersumber segala sesuatu (hidup kita) ini berarti kita memiliki kebebasan.  Namun, kebebasan itu jangan menjadi batu sandungan bagi yang lemah (petobat baru yang tidak memiliki pengetahuan yang dalam tentang terang iman kristen) seperti kebebasan dalam hal makan daging persembahan berhala” (eidōlothutos).  Hal ini diungkapkan oleh penulis bahwa ia menaggalkan kebebsannya demi saudara-saudara yang lemah agar hal itu tidak menjadi batu sandungan.
jadi bagaimana? kita bebas tetapi terikat. lihat ketiga hal di atas.
TUHAN YESUS MEMBERKATI. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar